H. Muammar Z.A : Rahasia Sang Qari Internasional & Quran Membawanya Keliling Dunia

April 19, 2017

Suaranya yang merdu dalam melantunkan Al-Quran, mengantarkannya ke berbagai pelosok bumi. Mulai dari lereng gunung, lembah, ngarai, sampai ke beberapa kota besar dunia, bahkan ke dalam Ka’bah. Lantunan suaranya mengalun, mulai dari bawah tenda-tenda sederhana, lapangan terbuka, sampai istana raja.

Malam baru saja beranjak, ketika sesosok pria yang masih terlihat muda menaiki panggung dan duduk di kursi yang disediakan. Usai salam dengan suara rendah cenderung serak, pria berperawakan ramping itu mulai membaca ta’awudz dan basmalah. Dengan mata setengah terpejam, perlahan, ia mulai mengalunkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan irama bayati, lagu pembuka qiraah yang bernada rendah.

Perlahan tapi pasti suara itu meningkat, terkadang melengking tinggi, melantun panjang. Di depannya, ratusan orang bagaikan tersihir, terkesima mendengarkan lantunan suaranya yang naik-turun mengirama, bagaikan gelombang ombak yang susul-menyusul menghampiri pantai. Tak jarang, setiap kali alunan suaranya berhenti untuk mengambil napas, puluhan kepala, seperti tersadar dari hipnotis, segera menggeleng takjub.

Profil dan rahasia Qari Internasional H. Muammar ZA


Ia memang “legenda”. Meski Musabaqah Tilawatil Quran secara rutin digelar di berbagi tingkatan, belum ada satu pun yang menyamainya. Hampir semua umat Islam Indonesia, terutama di pedesaan, jika ditanya siapakah qari yang paling dikenal di Indonesia, jawabnya pasti Ustadz H. Muammar Z.A.

Suaranya yang merdu serta keindahan iramanya dalam melantunkan Al-Quran begitu termasyhur. Lantunan suaranya yang khas mengalun, mulai dari bawah tenda-tenda sederhana, lapangan terbuka, sampai istana raja. Ia penah mengaji di Istana Raja Hasanah Bolkiah, Istana Yang Dipertuan Agong Malaysia, sampai istana raja-raja di Jazirah Arab.

Awal Juli, Alkisah mengunjungi pria kelahiran Pemalang ini di kediamannya di depan Masjid Al-Ittihad, di bilangan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ayah satu putri dan empat putra ini bertutur renyah, diselingi tawa segar.

Naik Tandu
“Saya ini anak kampung yang beruntung bisa keliling dunia, bisa mengaji saat jemaah haji wukuf di Padang Arafah dan saat bermalam di Mina. Bahkan, pada tahun 1981, saya diberi kesempatan masuk ke dalam Ka’bah,” tuturnya haru. “Wah, nggak kebayang sebelumnya. Di dalam Ka’bah saya cuma bisa tertunduk, menangis. Saya nggak berani mengangkat wajah dan memandang langit-langit,” lanjutnya.

Lebih dari 25 tahun, Ust. Muammar Z.A melanglang buana, melakukan perjalanan yang menurutnya sangat mengasyikan. Dalam menghadiri undangan mengaji, ia pernah mencoba berbagai kendaraan, dari mulai naik pesawat pribadi, pesawat komersial, limousine, ojek, sampai tandu. Medan pegunungan Jawa Barat, tuturnya, yang paling sering membuatnya ditandu. Sementara pedalaman Kalimantan dirambahnya dengan glotok, ojek perahu mini yang mampu menjangkau sungai-sungai kecil di pedesaan.

Suatu ketika, ceritanya, ia diundang mengaji di beberapa tempat di daerah Garut. Qari yang puluhan kasetnya masih terus dicari orang ini menempuh perjalanan Bandung-Garut-Cikajang-Singajaya dengan kendaraan roda empat. Namun perjalanan berikutnya yang naik-turun gunung harus dilaluinya dengan ojek, dan terakhir jalan kaki menyusuri jalan setapak.

Kelelahan setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Ust. Muammar Z.A tidak mampu lagi berjalan. Panitia yang mengawalnya pun berinisiatif untuk menyewa tenaga orang kampung untuk menandunya sampai di lokasi pengajian. Setelah berjalan kaki selama empat jam, ia pun tiba. Dan yang membuat semangatnya bangkit kembali, ternyata, ratusan hadirin masih dengan setia menunggu kehadirannya.

“Sampai di tempat pengajian jam dua belas malam, saya langsung mengaji,” kenang pangasuh Pesantren Ummul Qura, Cipondoh, ini. “Selesai mengaji, jam setengah dua, kami turun. Sampai di kota Garut jam setengah delapan pagi.”

Tidak sekali-dua kali perjalanan seperti itu dilakoninya. Belum lama ini, untuk kesekian kalinya, Ust. Muammar Z.A menghadiri undangan ke Cianjur bagian selatan, daerah Cikendir, yang juga harus dilalui dengan jalan kaki berjam-jam di jalan setapak berlumpur. Pulangnya, ia kelelahan. Dan akhirnya, lagi-lagi, ditandu.

Ia memang tidak pernah memilih-milih tempat atau pengundang. Baginya, selama ada waktu, dan kondisi fisiknya memungkinkan, pasti dengan senang hati ia akan hadir. Dari koceknya ia membayar sekitar 500 ribu kepada para pemandunya.

“Niat saya itu kan berkhidmah,” tutur Ust. Muammar Z.A dengan rendah hati. “Istana, saya datangi. Pelosok kampung pun, saya kunjungi.”

Ia meyakini, ia bisa terus mengaji. Dan kariernya terus langgeng seperti sekarang ini, antara lain, berkat doa orang-orang yang tinggal di pelosok desa dan pegunungan yang pernah dihadirinya mereka itu. “Mereka itu betul-betul ikhlas, baik, dan jujur,” katanya tulus. “Bayangkan, untuk menghadiri pengajian saya, mereka sampai harus berjalan puluhan kilometer. Bahkan ada yang membawa bekal dan kompor, serta masak di perjalanan.”

Dalam perjalanan berkhidmah ini pula, Ust. Muammar Z.A pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di daerah Cirebon menjelang tahun 1990-an. Mobilnya hancur dan ia pun terluka parah. Cukup lama ia harus menginap di rumah sakit. Saat itulah Ust. Muammar Z.A merasakan kedekatan dengan para ulama yang bergiliran menjenguknya. Tak jera, setelah pulih ia pun kembali menjelajahi pelosok tanah air, untuk melantunkan firman-firman Tuhannya.

Sejak Belia
Meski masih terlihat cukup muda, Ust. Muammar Z.A tahun ini menginjak usia 51 tahun. Ia dilahirkan di Dusun Pamulihan, Warungpring, Kecamatan Moga, sekitar 40 kilometer selatan ibu kota Kabupaten Pemalang, dari pasangan H. Zainal Asyikin dan Hj. Mu’minatul Afifah, ulama dan tokoh masyarakat di desanya. Ia adalah anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Namun hanya sembilan yang masih hidup. Belakangan, adiknya, Imron Rosyadi Z.A., juga mengikuti jejaknya menjadi Qari nasional setelah menjuara MTQ. Adiknya yang bungsu, Istianah, kini menjadi salah satu anggota DPRD Tingkat I Yogyakarta.

Ust. Muammar Z.A mengenal qiraah sejak belia. Ia memang berasal dari keluarga Qari. Ayah dan kakak-kakaknya dikenal bersuara merdu. Sang ayah adalah pemangku masjid di dusunnya, yang setiap akhir malam melantunkan tarhiman, selawat dan puji-pujian untuk membangunkan orang-orang guna mendirikan salat Subuh.

Waktu kecil, ia, bersama teman-temannya, belajar seni baca Al-Quran dari teman lain yang lebih besar, yang kebetulan menguasai beberapa lagu. Di samping itu Ust. Muammar Z.A mulai keranjingan terhadap qiraah, belajar secara serius pada kakaknya, Masykuri Z.A. Namun karena kakaknya tinggal di sebuah pesantren yang cukup jauh dari desanya, pelajarannya baru akan bertambah jika Masykuri pulang ke rumah ketika liburan.
Namun demikian bakatnya mulai kelihatan. Tahun 1962, ia menjuarai MTQ tingkat Kabupaten Pemalang untuk tingkat anak-anak, mewakili SD-nya.

“Waktu itu saya masih memakai celana pendek saat mengaji, he he he,” kenang Muammar. Sekitar awal tahun ‘60-an, suara dan lagunya memang sudah mulai bagus, meski hafalan suratnya masih terbatas. Ia sudah mulai diundang untuk mengaji di acara-acara pengajian atau pengantinan di kampungnya. Dan lucunya, ayat yang dibaca itu-itu saja. Ketika kakaknya pulang dari pesantren, barulah hafalan ayat dan lagunya bertambah.

Selepas SD, Muammar sempat nyantri di Kaliwungu, Kendal, sebelum melanjutkan ke PGA di Yogyakarta. Selesai PGA, ia sempat juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Di Kota Gudeg, ia melanjutkan kiprahnya di bidang seni baca Al-Quran. Muammar mengikuti MTQ tingkat Provinsi DIY yang diadakan oleh Radio Suara Jokja tahun 1967. Ia berhasil menyabet juara pertama untuk tingkat remaja. Tahun-tahun berikutnya, Muammar ikut lagi dan kembali juara. Tahun itu juga, ia mewakili DIY ikut MTQ tingkat nasional di Senayan tingkat remaja, namun ia belum meraih juara.

Sejak itu, Muammar menjadi langganan tetap kontingen DIY di MTQ Nasional, tahun 1972, 1973, dan seterusnya. Tahun 1979, ia bahkan terpilih menjadi anggota kontingen Indonesia di sebuah haflah, semacam MTQ internasional, yang diselenggarakan di Mekkah. Gelar juara nasional pertama kali diraihnya di MTQ Banda Aceh tahun 1981. Kali ini ia mewakili DKI Jakarta. Muammar yang saat itu tengah belajar di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ), Ciputat, mendapatkan hadiah sebuah televisi. Pemerintah Provinsi DKI sendiri kemudian memberi tambahan bonus hadiah, ibadah haji.

Namun, tidak seperti kariernya di bidang tarik suara, dalam pendidikan Muammar mengakui kurang berhasil. Kuliahnya di PTIQ yang tinggal skripsi tidak selesai. Waktu itu, kata sang Qari, ada perubahan peraturan yang agak mendadak. Jika semula syarat ujian skripsi itu hafal lima juz Al-Quran, tiba-tiba diubah menjadi 30 juz. “Wah, saya nggak siap,” ujar Muammar jujur. Meskipun demikian, uniknya, setelah menjadi juara nasional dan qari internasional, ia justru diminta mengajar di sana.

Tidak Berpantang
Ditanya mengenai rahasia suaranya, suami Syarifah Nadiya ini dengan serius mengatakan tidak mempunyai resep rahasia apa pun. “Dalam hal-hal seperti itu, saya cenderung rasionalis,” ungkap Ust. Muammar Z.A. “Saya nggak begitu percaya pada hal-hal begituan, seperti nggak boleh makan ini-itu, harus cukup tidur, atau harus tidur jam segini. Bahkan saya jarang tidur lho, apalagi sebelas hari ini saya selalu pulang pagi.”

Ia pun mengakui, meski dulu pernah sekali ikut-ikutan mencoba, tidak berani ikut gurah. “Saya nggak berani ikut,” katanya. “Apalagi yang enggak jelas. Karena, salah-salah malah merusak pita suara. Kalau cuma melegakan, mungkin ya. Tapi kalau dipaksakan begitu lalu saraf tenggorokannya putus, kan malah jadi penyakit, he he he.” 

Sebenarnya, kata Ust. Muammar Z.A, kalau memahami tata cara wudu yang benar dan menerapkannya, itu juga sudah menjadi gurah. Misalnya ketika istinsyaq, memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkan lagi dengan keras.

Disinggung bagaimana kiatnya menjaga suara, qari yang pernah diundang mengaji di Istana Yang Dipertuan Agong Malaysia dan Sultan Hasanah Bolkiah, Brunei, ini mengaku hanya memasrahkan diri kepada Allah. “Niat saya mau ngaji lillaahi ta’ala, ‘Ya Allah, tolong saya’.” Namun yang pasti, setiap bangun tidur ia selalu melakukan warming up, pemanasan, dengan rengeng-rengeng, menggumamkan nada-nada tilawah. Demikian juga ketika akan mengaji. Menurutnya ini penting, untuk menghindari kaget.

Berbeda dengan para penyanyi yang banyak mempunyai pantangan, terutama makanan dan minuman, Muammar menyantap hampir semua makanan dan minuman yang disukainya. Bahkan, makanan kesukaannya adalah sambel, lalap, dan ikan asin, yang harus selalu ada di meja makannya. “Saya hanya memastikan, ketika saya mau ngaji, kondisi badan saya fit,” ungkapnya berbagi resep. “Baru kemudian, kunci terpentingnya adalah mengaji dengan ikhlas dan perasaan senang.”

Bagi Muammar, mengaji dengan ikhlas dan senang hati itu menjadi hiburan dan kenikmatan tersendiri. Maka, tak mengherankan, setiap kali melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran, ia tampak begitu menikmati. Terkadang matanya setengah terpejam, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. “Pokoknya saya dengerin sendiri, karena memang pada dasarnya saya suka.” Itu, menurutnya, membuatnya mampu mengaji minimal setengah jam, jika di dalam kota. “Karena mereka kan sering ketemu saya. Tapi kalau di luar kota, terlebih di luar Jawa, saya bisa satu jam, bahkan lebih.”

Dalam satu hari biasanya ia mengaji di tiga sampai empat tempat. Di beberapa tempat, terkadang ia juga berceramah, biasanya jika mubalighnya tidak datang. Mengaji itu pula yang mempertemukannya dengan sang istri tercinta, ketika sang pujaan hati yang dinikahinya pada tahun 1984 itu duduk dalam kepanitiaan sebuah pengajian di Kemanggisan. Buah pernikahan dengan wanita berdarah Aceh itu kini sebagian telah beranjak remaja.

Lia Fardizza, putri sulung qari yang pernah berguru kepada Syekh Abdul Kholil Al-Mishri, qari besar Negeri Piramid, kini menginjak semester ketiga di London School, jurusan bahsa Inggris. Sejak TK, Lia memang gandrung dengan bahasa internasional tersebut, terlihat dari hobinya membaca komik-komik berbahasa Inggris. Belakangan ia juga gemar mendendangkan lagu-lagu Barat. Tidak mengherankan, dialek lisannya, menurut Ust. Muammar Z.A, cenderung ke Amerika.

Putra-putranya, Ahmad Syauqi Al-Banna, kini duduk di kelas 3 SMU, Husnul Adib Al-Hasyim kelas 2 SMP, Raihan Al-Bazzi kelas 4 SD, dan si bungsu Ammar Yua’yyan Al-Dani kelas 3 SD. Di antara lima anaknya, tiga di antaranya mewarisi keindahan suara sang ayahanda, Lia, Raihan, dan Ammar. Namun karena keterbatasan waktu serta kesibukan Ust. Muammar Z.A, diakuinya, potensi putra-putrinya itu belum tergarap.

Menurutnya, Qari yang baik itu harus memiliki suara yang bagus, napas panjang, penguasaan lagu, dan dialek yang bagus. Membentuk dialek itu tidak gampang. Orang Jawa, misalnya akan cukup sulit mengucapkan huruf ba’ dengan benar. Ia sendiri mengaku cukup lama mempelajari dialek Al-Quran dengan memperhatikan dialek qari-qari dari Mesir, Arab, dan daerah Timur Tengah lainnya.

Qari lokal yang bagus, menurut Muammar, biasanya yang berasal dari pesantren Al-Quran yang kebetulan pengasuhnya juga seorang qari mumpuni. Ini karena sang kiai biasanya mempunyai kelengkapan ilmu qiraah dan kepekaan, maka pembelajaran qiraahnya juga dilengkapi dengan ilmu tajwid, makharijul huruf (ilmu pelafalan huruf Al Quran), dzauq (cita rasa bahasa), dan sebagainya.

Dari Pedesaan
Karena itulah, sejak empat tahun Ust. Muammar Z.A memulai pembangunan sebuah pesantren di daerah Cipondoh, yang dinamakannya Ummul Qura. Karena seorang qari, ia bercita-cita menyebarkan tradisi qiraah ini melalui pesantrennya ini, sebagai sumbangan pada bangsa. “Kalau Allah mengizinkan,” kata Muammar, “Saya ingin mencetak Muammar-Muammar baru.” Melalui lembaganya itu pula, ia mengharapkan, seni baca Al-Quran akan kembali dicintai dan dikagumi umat Islam.

Ust. Muammar Z.A bercita-cita membangun sebuah lembaga pendidikan yang komprehensif, mulai dari TK, SD, SMP, sampai SMA yang mempunyai nilai plus, Al-Quran. Ia mengharapkan bisa membekali santrinya dengan kelengkapan ilmu-ilmu Al-Quran, baik tajwid, qiraah, dasar-dasar tafsir, maupun tahfidz-nya (hafalan Al-Quran). Paling tidak, targetnya setamat SD atau SMP para santri akan mampu membaca Al-Quran dengan fasih, baik, dan benar. “Terlebih dengan lingkungan yang Islami di pesantren, setidaknya mereka akan mempunyai pegangan hidup.” 


Lebih lanjut, Ust. Muammar Z.A juga mengharapkan optimalisasi peran lembaga resmi yang dibentuk untuk mengembangkan seni baca Al-Quran, Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran. Idealnya, lembaga tersebut tidak hanya sibuk menjelang pelaksanaan STQ atau MTQ, atau menjaring, bahan jadi. Tetapi secara intensif dan konsisten menggali dan membina bibit unggul sejak dari tingkat dusun. “Selama ini, bukankah juara-juara tilawah justru banyak muncul dari pedesaan, yang ekonominya pas-pasan.”


Source ahmad-iftah-shiddiq.blogspot.co.id, disebarkan ulang dengan sedikit perubahan tanpa merubah isi oleh PKTQ.


Mungkin Anda Juga Menyukai Ini

0 komentar

Wujudkan Anak Hafiz 30 Juz Bersanad & Kuliah Ke Luar Negeri

Lomba MHQ Anamfal SD/MI Tingkat Provinsi Jawa Barat 2023

Kategori Tulisan

Abdul Hayy Farmawi Achmad Brian Athoillah Ade Jamarudin Africa Agenda AICIS Ali Nurdin Amsterdam Anak Yatim Anggota Asean Asia Audio Baca Kitab Bali Bank Masalah Banten Beasiswa Bedah Buku Quran Bedah Karya Ilmiah Berita Brunei Darussalam Budaya Buletein Jumat Buletin Jumat Buntet Pesantren Call for Papers Corona Dakwah Quran Darul Quran Singapore Daurah Dewan Pengurus PKTQ Download Elfisa English Quran Interpretation Eropa Eva Rosyidana Alfa Sanah Faisal Hilmi Faisal Hilmi Road Show Faizal Zakki Muttaqin Faridah Ashsholihah Fellowship Fellowship KBB UGM Filipina Filsafat Islam Form Freiburg University German G20 Galeri Photo Gallery Guru Besar Profesor Gus Baha Halal Bi Halal IAIN Cirebon Ibnu Jarir at-Thabari Idul Fitri IIQ Jakarta Ilmu Tafsir Indonesia INTERNATIONAL CONFERENCE IQSA Iran Islam In The World Jalaluddin Al Mahalli Jalaluddin As Suyuthi Jambi Jawa Barat Jerman Kaidah Tafsir Kajian Kitab Tafsir Karya Ilmiah KBB Kebangsaan Kemenag RI Kitab Tafsir Konsolidasi Kontributor KUIS Selangor Lalilatul Quran : Multaqa Ulama Al-Quran Nusantara LDNU Les Privat Ngaji Quran Lilik Ummi Kaltsum Link LPDP M Qusairy Thaha M. Ali Ramdhani M. Edi Suharsongko M. Ilham Sunjoyo M.Ag Mahmud Yunus Malaysia Masjid Istiqlal Medan Membaca Qur'an Members Mesir Metode Tafsir Moch Khoirul Anam Morocco Motivasi Quran Muhamad Sofi Mubarok Muhammad Asad Muhammad bin Syami Syaibah Mukjizat Al-Qur'an Nasional Nasionalisme News Ngaji Pasaran Ramadhan Ngaji Tafsir Online Nikah Beda Agama Nur Kholik Ridwan Nurfadliyati Pandemi Paspor Gratis PCINU Belanda Pemikiran Islam Pendidikan Kader Ulama Penerbit Buku Penghargaan Peringatan Maulid Nabi Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta PHBI Pluralisme Poster Press Releas Prof. Dr. Jajang A Rohmana Profil Profil Mufassir Profil Surah Quran Profile Program PTIQ Q&A Quraish Shihab quran Quran dan Ekonomi Quran dan Keuangan Quran dan Pengembangan Diri Quran Indeks Radikalisme Rahmi Syahriza Ramadhan Rapat Kerja Riau Rihlah Ilmiah Riskiyatun Hozaituna Adnan Rizkiyatun Khozaituna Rosihon Anwar Sahlawati Abu Bakar Said Agil Husin al-Munawwar Salafi Takfiri Santri Anamfal SeIPTI Selamat Menikah Selamat Wisuda Seminar Tafsir Quran Seni Short Course Silaturrahim Singapura Struktur Al Quran Surah Al-Falaq Surah An-Naas Sutria Dirga Syaikh Muhammad Husain Az Zahabi Syarat Mufassir Syaza Nada Liana Tadabbur Quran Tafsir Ahkam (Hukum) Tafsir Al Fatihah Tafsir Al-Baqarah Tafsir An-Nur Tafsir Ar Rahman [55] Tafsir Ar-Rum Tafsir Arab Tafsir Asia Tenggara Tafsir Cerai Tafsir Cinta Tafsir Juz Amma Tafsir Kebangsaan Tafsir Kesehatan Tafsir Klasik Tafsir Maudhui Tafsir Modern Tafsir Nabi Muhammad SAW Tafsir Nabi Rasul Tafsir Negera Tafsir Nikah Tafsir Nusantara Tafsir Nusantara Faisal Hilmi Tafsir Obat Tafsir Pariwisata Tafsir Pendidikan Tafsir Pernikahan Tafsir Poligami Tafsir Qur'an Program Tafsir Quran Event Tafsir Quran Karim Tafsir Showi Tafsir Singapura Tafsir Sosial Tafsir Sufi Tafsir Surah An-Nisa Tafsir Travelling Tafsir Wabah Tafsir Wanita Tahfidz Qur'an Taubat Tawakkal Terjemah Qur'an Tesis Thailand The Global Qur'an The Message of The Quran Tilawatil Qur'an Tokoh Qur'an Tradisi Travel The World Training UIN Jakarta UIN Jambi UIN Raden Fatah Palembang UIN Sumatera Utara UIN Sunan Gunung Djati Bandung UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ulumul Qur'an Universitas Al-Azhar USA USIM Video Vrije University Amsterdam WA Programs Wahabi Wakaf Webinar PKTQ Yogyakarta Ziyad Ulhaq تفسير

SEKRETARIAT PKTQ

PKTQ Cirebon
@Pesantren Qur'an Anamfal 
Jl. Raya Pasawahan, Pasawahan, Susukan Lebak, Cirebon

PKTQ Jakarta
Anamfal Jakarta @Pondok Indah Office Tower 2, Lt. 15 
Jl. Sultan Iskandar Muda Kav. V-TA, Pondok Indah, Jakarta Selatan

WA CS :  +62899-5625-137 
Email: info.pktq@gmail.com 
Web : pktq.anamfalpesantren.com

Daftar Anggota PKTQ

Visitor