Urgensi Aktivitas Menulis dalam Sorotan Tafsir Nusantara
August 05, 2021Oleh : Ust. Faisal Hilmi, MA
(Direktur PKTQ & Khodimul Ma'had Pesantren Qur'an Anamfal)
Apabila budaya membaca umat Islam sudah tinggi, secara otomatis ataupun jika perlu diupayakan, akan bertransformasi menjadi budaya menulis. Karena bagaimanapun, setelah banyak ide dan ilmu dan dari membaca wawasan akan luas. Jiwa seseorang akan tergerak untuk “menumpahkan” income pengetahuan tersebut. Belum lagi bagaimana dirinya tertantang untuk mengaplikasikan dalam kehidupan nyata dari ilmu-ilmu yang sudah didapat.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤)
aktifitas dan budaya membaca itu harus berlanjut pada aktifitas dan budaya menulis |
Masih
dalam lima permulaan ayat-ayat Al-Qur’an. Selain aktifitas membaca dan
membudayakannya merupakan kunci-kunci kehidupan, seperti penjelasan sebelumnya,
aktifitas dan budaya membaca itu harus berlanjut pada aktifitas dan budaya
menulis, khususnya aksentuasi pada ayat 4 surah ke-96 tersebut. Kesan yang didapat saat memahami ayat ini adalah
bahwa Allah mengajarkan manusia, melalui wasilah pena, yakni menulis.
Dalam Qur’an Karim tidak ditafsirkan secara khusus ayat 4 ini (Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 910). Namun saat membahas ayat 1 hingga ayat 5, Mahmud Yunus menekankan pentingnya menulis yang digandengkan dengan mambaca; Ayat ini menganjurkan kepada kita, supaya tiap-tiap orang, baik putra ataupun putri, mesti pandai membaca dan menulis dengan pena (kalam). Oleh sebab itu di negeri-negeri yang berkemajuan, telah diadakan suatu peraturan, yaitu memaksa ibu-bapak buat memasukkan anak-anaknya ke sekolah, sekurang-kurangnya sekolah rendah, supaya umum orang pandai membaca dan menulis (Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 910-911). Ia menjelaskan, dua kunci negara maju adalah membaca dan menulis. Kedua aktifitas ini harus berjalan beriringan, layaknya koin mata uang. Secara budaya, jika seseorang sudah sangat banyak membaca, bahkan “gila membaca”, biasanya dia tidak akan kuat jika hasil bacaannya tersebut hanya berputar di otak. Karena itu, secara otomatis hasrat untuk menulis tidak akan terbendung.
Begitupun dalam Tafsir Qur’an dan Tafsir Rahmat, aktifitas menulis bergandengan dengan aktifitas membaca. Keduanya menjadi kunci ilmu pengetahuan, kebudayaan, juga media dakwah. Dalam Tafsir Qur’an dijelaskan bahwa tulis baca itu kunci ilmu pengetahuan dan kebudayaan, juga alat penyiaran Islam yang terpenting (Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Quran, h. 921). Sedangkan dalam Tafsir Rahmat, tidak ditafsirkan secara khusus. Melainkan langsung masuk dalam pembahasan keutamaan membaca (Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h. 1249).
Selain dalam surah Al-Alaq, pentingnya aktiftas dan budaya menulis tergambarkan nama surah urutan ke-68 sendiri bernama Al-Qalam (pena). Bahkan Allah pun bersumpah atas nama pena.
نۤ ۚوَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَۙ
“Nun.
Demi pena dan apa yang mereka tuliskan” (Al-Qalam
[68] : 1)
Mahmud Yunus menjelaskan, dalam Qur’an ada suatu surat, yang bernama al-Qalam (pena), serta Allah bersumpah dengan dia dan apa-apa yang dituliskannya, supaya jadi peringatan kepada kita, bahwa agama Islam mementingkan benar dari hal karang-mengarang dan mempergunakan pena (Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 845). Dari pena ini akan lahir karya-karya monumental dalam catatan sejarah. Ide dan gagasan besar dapat dikatakan abadi dan dimanfaatkan oleh generasi seterusnya karena ditulis.
Dengan pena, distribusi ilmu dapat dilakukan dengan mudah dengan dihadirkannya buku di rumah, kantor, lembaga pendidikan, termasuk kamar-kamar tidur kita. Mahmud Yunus melanjutkan, memang sekarang amat penting sekali menyiarkan ilmu pengetahuan dengan perantaraan buku-buku (kitab-kitab), sehingga tiap-tiap orang dapat belajar di tempat tidurnya masing-masing. Sebenarnya pena itu amat besar sekali pengaruhnya dalam masyarakat sekarang, sehingga seorang penulis mendapat derajat yang tinggi (Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, h. 845). Tutupnya ketika menafsirkan ayat 1 surah Al-Qalam. Pengaruh menulis sangat besar pengaruhnya dalam masyarakat karena derajatnya yang tinggi. Termasuk jika dikontekskan dalam konteks pencaturan negara-bangsa. Maka derajat tinggi di masyarakat melahirkan negara-bangsa maju.
Zainuddin Hamidy dan Fachruddin HS menjelaskan, surat ini dinamakan al-Qalam (pena), dan perkataan pena itu disebutkan dalam ayat pertama. Juga surat ini dinamakan Nun menurut huruf permulaannya. Dengan menyebutkan perkataan Nun (tempat tinta), al-Qalam (pena), dan maysturun (tulisan) cukuplah menjelaskan, bahwa pembacaan itu pokok kemajuan ilmu dan kebudayaan. Juga dengan pembacaan ini, Islam dapat tersebar dengan luas kepada segenap bangsa-bangsa dunia. (Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, Tafsir Quran, h. 845) Lanjutnya, Nun berarti tempat tinta, tinta, ikan (Hamidy dan Hs, Tafsir Quran, h. 845). Mereka menegaskan, ayat ini adalah kunci pokok kemajuan ilmu dan kebudayaan. Di atas kebudayaan, akan mealahirkan marcusuar peradaban.
Sedangkan dalam Tafsir Rahmat dijelaskan selain menulis manfaatnya sangat besar sekali, termasuk menjadi faktor kemakmuran dunia, melebihi sekedar makmurnya negara. Kalam yang menuliskan ilmu-ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya. Kalam memegang peranan penting untuk mencapai kemakmuran dunia dan kebahagiaan akhirat. Sumpah Allah menunjukkan pentingnya kalam itu (Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, h. 1151.).
0 komentar