Haruskah Poligami? Isu Abadi dalam Sorotan Ulama Nusantara (Bag.1)
September 03, 2021Membahas cinta memang tidak ada habisnya. Ia menjadi bumbu kehidupan yang sangat signifikan. Hidup tanpa cinta, hambar rasanya. Terlebih isu cinta dan kehidupan yang sangat sensitif; poligami. Bisa menyinggung siapa saja yang mendengarnya. Namun pula bisa menguatkan siapa yang dapat memahaminya.
Akhir agustus lalu, setelah lelah bekerja, saya dan istri melihat film Ayat-Ayat Cinta via Netflix. Menontonnya, kadang membuat kami menangis, namun juga ketawa bersama. Tapi tidak sedikit, istri kesal dengan adegan yang ada lalu berkata, “Laki-laki ya, semua begitu.” Tapi kami dari awal sampai akhir, merasakan getaran keseruan, keharuan, dan getaran kisah romantiknya.
Anehnya hal itu begitu menarik pada film Ayat-Ayat Cinta Volume 1, yang berlatar Mesir itu. Saat lanjut meononton volume 2, padahal berlarat Eropa, baru adegan-adegan awal, kami sepakat merasa bosan. Lalu menghentikan menonton. Sampai saya bertanya pada istri, “Apakah kisah ini hambar karena tidak ada isu poligaminya?”. “Bisa jadi Abi,” jawab sergap istri. Volume 2 lebih banyak membahas isu Islamphobia di Eropa, ketimbang episode 1 yang kental kisah cinta dan teruatma isu poligaminya yang sensitif.
Pernah penulis menonton wawancara pelaku poligami 3 istri, seorang Gus di Madura yang saat ini menjadi anggota DPR Pusat. Melalui siaran Just Alvin, stasiun Metro TV, dia pernah berkata, “90 persen lebih laki-laki ingin poligami, dan 90 persen lebih perempuan tidak ingin dipoligami.” Bahkan ada yang mengatakan 98 persen prosentasenya.
Memang realitasnya demikian. Psikologi wanita mayoritas tidak ingin diduakan cintanya, sedang psikologi pria mayoritas ingin lebih satu cintanya. Namun katakanlah yang kurang lebih 10 persen itu, minoritas, yang mau poligami dan bersedia poligami bagaimana nasibnya. Namun agama ini bukan hanya untuk mayoritas, bukan pula untuk minoritas. Agama Islam ini untuk semua umat yang telah bersyahadat Allah tuhan satu-satunya, dan Nabi Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir.
Ada ulama yang menyatakan boleh poligami. Tidak sedikit pula ulama yang seperti menutup pintu poligami, saking ketatnya syarat. Seperti hampir-hampir mengharamkan. Ini sebenarnya bagaimana. Mari kita membaca kembali penafsiran-penafsiran ayat poligami dalam Al-Qur’an yang bertumpu pada surah An-Nisa [4] : 3.
Penulis sendiri, saat masih kecil, sempat membenci poligami. Hal ini dilatarbelakangi realitas keluarga pribadi. Namun berjalannya usia makin bertambah, membaca berbagai literatur baik yang pro maupun kontra. Menimbang-nimbang secara jernih. Objektif, tidak subjektif. Ada kebenaran, atau kasus oknum. Pandangan poligami ini secara perlahan berubah.
Ketika Surah Wanita Berbicara Berbagi Hati
Jika kita telusuri pada Kitabul Huda; Al-Qur’an, akan ditemukan isu berbagi hati pada surah keempat, An-Nisa, yang bermakna perempuan dalam arti banyak. Tidak heran biasanya diartikan perempuan-perempuan, atau wanita-wanita. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari, saat kita menyebut wanita (saja), itu bisa saja bermakna plural. Termaktub dalam ayat 3:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa [4] : 3).
Surah An-Nisa ini sebagian masuk dalam juz 4, full juz 5, dan sebagian juz 6. Prof. KH. Mahmud Yunus, M.A dalam ringkasan “Daftar Surat dan Isi Tafsir Qur’an Karim” menyebutkan ada 42 kandungan surah. Diawali kandungan ayat yang membahas asal manusia (bapaknya yang mula-mula) hanya seorang yaitu Adam, dan ditutup dengan apa arti kalalah. Diantara itu termaktub bahasan diperbolehkan beristri lebih dari seorang dengan syarat adil.
Surah An-Nisa terdiri dari 176 ayat dan digolongkan Madaniyyah, diturunkan di kota Madinah. Surah ini banyak menjelaskan tema dan permasalahan kaum perempuan. Banyak juga surah-surah yang lainnya yang menjelaskan tentang perempuan, tetapi tidak sebanyak dan sedetail penjelasan yang terdapat dalam surat An-Nisa ini. Merupakan surah terpanjang ketiga setelah Surah al-Baqarah dan Àli ‘Imràn.
Rekan Penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustadzah Neneng Maghfiro, Lc, S.Sos, menyatakan dalam tulisannya “Pengantar Surah An-Nisa: Kandungan dan Keutamaannya” yang diterbitkan website Bincang Muslimah, menyebut Imam al-Shabuni dalam Shafwatu al-Tafasir surah ini disebut sebagai surah an-Nisa al-Kubra. Pada pembukaan surah al-Thalaq sering disebut sebagai surah an-Nisa al-Sughra, yang juga memuat penjelasan tentang perempuan meski tidak sebanyak surah an-Nisa. Sedang Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir, surah ini dinamakan surah an-Nisa sebab pada awal dan akhir surah menjelaskan tentang perkara terkait perempuan, yaitu haid. Selain itu juga memuat banyak hukum Islam yang menjelaskan perempuan baik sebagai istri atau anak.
KH. Zainuddin Hamidy dan KH. Fachruddin Hs, dalam Tafsir Qur’an, menjelaskan pembukaan surah An-Nisa bahwa surat ini bernama An-Nisa' (Perempuan-perempuan), dimulai dengan menggambarkan persamaan hak dan derajat antara laki-laki dan perempuan, dengan mengatakan bahwa koduanya satu jenis, yaitu bangsa manusia. Dalam surat ini disebutkan hal-hal yang berhubung dengan perkawinan, perceraian, pembagian harta pusaka, serta beberapa ketentuan untuk memberikan perlindungan kepada kaum perempuan yang berharga dan berjasa.
Ketika Mufassir Nusantara Berbicara Hati Yang Dibagi
Hati yang terbagi maupun hati yang dibagi, penulis tegaskan merupakan padananan dari poligami dalam bingkai pernikahan. KBBI mengartikan poligami adalah sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Sedang Kamus Bahasa Indonesia yang disusun Poerwadaminta mengartikan poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang. Ia memaknai poligami hanya spesifik laki-laki yang beristri lebih dari satu. Sebetulnya dalam KBBI ada (katakanlah) istilah poligami khusus wanita, yang disebut dengan poliandri; sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan. Pada tulisan ini, fokusnya adalah poligami, bukan poliandri.
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir An-Nur, menjelaskan bahwa Asbabun Nuzul (sebab turun ayat), bersumber dari Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Urwah ibn Zubair, bahwa beliau bertanya tentang ayat ini, yang oleh Aisyah dijawab, ayat ini diturunkan berkaitan dengan perempuan yatim yang diperlihara oleh walinya, tetapi kemudian harta dan kecantikan perempuan yatim itu menarik hati si wali. Tetapi si wali itu ternyata tidak berlaku adil, dia tidak mau memberi maskawin sebagaimana yang diberikan suami kepada isterinya yang setara. Ayat ini mencegah mereka berbuat demikian dan memerintahkan mereka untuk menikahi perempuan lain, Dalam suatu riwayat diceritakan, ayat ini diturunkan mengenai seorang lelaki yang menjadi wali bagi seorang perempuan yatim dan mewarisi hartanya. Dia tidak mau menikahkan anak yatimnya itu kepada lelaki lain, karena dia ingin tetap bisa menikmati hartanya, bahkan dia menyakiti hati perempuan yatim itu. Kalau demikian halnya, maka makna ayat ini adalah: nikahilah siapa saja perempuan yang kamu sukai, tetapi jangan menyakiti perempuan yatim yang kamu asuh itu. Memang orang-orang Arab pada masa jahiliyah suka menikahi banyak perempuan, lalu menghabiskan harta anak-anak yatim yang berada dalam perwaliannya."
KH. Zainuddin Hamidy dan KH. Fachruddin Hs menjelaskan sebab turunnya dalam Tafsir Qur’an menjelaskan di zaman jahiliyah, jika ada seorang perempuan yatim, walinya yang mengurusnya, tidak mau mengawinkannya dengan orang lain. Supaya jangan lepas kekuasaan memelihara harta yatim puteri itu dari tangannya, dan die tidak pula mau mengawininya, mungkin karena memandang rendah kepadanya. Ada juga yang mengawininya, tetapi dengan tujuan hendak mengenai harta yatim puteri itu saja, sedang kewajibannya sebagai suami yang bertanggung jawab tidak dipenuhinya, bahkan harta isterinya itu yang diambilnya.
Bolehkah Poligami?
Sebelum fokus pada penafsiran ulama Nusantara, penulis bahas sejenak penafsiran surah An-Nisa ayat 3 oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain. Ia menyebut laki-laki boleh menikahi wanita boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu. Statistik pernikahan laki-laki, boleh menikahi wanita 1 sampai maksimal 4.
Prof. Dr. KH. Mahmud Yunus, M.A dalam Tafsir Qur’an Karim, menjelaskan An-Nisa [4] : 3 ayat ini teranglah, bahwa kamu dibolehkan berkawin dengan dua, tiga atau empat perempuan. Sedang Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur menjelaskan bahwa nikahilah perempuan-perempuan lain yang kau cintai, dua, tiga atau empat… Biasanya, orang Arab memakai ucapan seperti ini untuk membolehkan kita mengambil isteri satu orang atau dua orang atau tiga orang atau empat orang. Bukan mengumpulkan semuanya menjadi sembilan orang. Lanjutnya, beristeri banyak sesungguhnya tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan darurat, dan sangat kecil kemudaratannya.
A. Hassan Bandung, tokoh Persis (Persatuan Islam), dalam Tafsir Al-Furqan menjelaskan berkawinlah dengan perempuan-perempuan lain yang bukan anak yatim (sebelumnya beliau menjelaskan tentang menikahi dan mengurus anak Yatim), sebanyak yang kamu sukai: sekali dua, atau sekali tiga, atau sekali empat.
KH. Zainuddin Hamidy dan KH. Fachruddin Hs dalam Tafsir Qur’an menjelaskan diperingatkan oleh Tuhan. jika seseorang merasa tidak dapat berlaku lurus dalam perkawinan dengan anak yatim puteri itu, bolehlah ia kawin dengan perempuan-perempuan yang lain, sampai empat. Sedang Tafsir Ringkas Al-Wajiz yang disusun Kemenag RI menjelaskan nikahilah perempuan merdeka lain yang kamu senangi dengan ketentuan batasan dua, tiga, atau empat orang perempuan saja.
Tafsir Rahmat yang disusum oleh KH, Oemar Bakry menjelaskan, poligami adalah ibarat pintu darurat yang hanya dapat dibuka kalau ada bahaya. Yang ideal ialah monogami yang jelas sekali disebutkan dalam ayat itu "fawahidah". Pintu darurat harus ada, agar jangan timbul bahaya dan malapetaka yang lebih besar waktu ada kebakaran dalam sebuah hotel umpamanya. Orang Barat yang mencoba mengecam Islam dengan poligaminya yang diibaratkan sebagai pintu darurat itu, hendaklah mawas diri. Apakah mereka tidak melakukan poligami degal (pelacuran, memelihara wanita tanpa nikah dan berbagai macam ulah untuk melampiaskan nafsunya) Mana yang lebih baik, legal atau illegal yang tidak bertanggung jawab.
Prof. DR. KH. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa dapatlah satu kesimpulan mengapa ada hubungan antara perintah memelihara anak yatim perempuan dengan keizinan beristeri lebih dari satu sampai dengan empat… Dan dengan ayat ini pula kita bertemu dengan pepatah bangsa kita: "Sekali membuka pura, dua tiga hutang terbayar. Sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampau." Artinya dalam satu ayat kita bertemu dengan perintah memelihara anak yatim yang amat dirasakan, dan kebolehan beristeri smpai dengan empat.
Prof. Dr. KH. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menyebut jika kamu takut tidak akan dapat‘ berlaku adil terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri akan berlaku adil terhadap wanita-wanita selain yang yatim itu, maka nikahilah apa yang kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari wanita-wanita yang lain itu, kalau perlu, kamu dapat menggabung dalam saat yang sama dua, tiga atau empat tetapi jangan lebih. Quraish Shihab pula dalam Wawasan al-Qur’an menjelaskan ayat ini menjadi dasar bolehnya poligami. Namun demikian, ayat ini tidak membuat satu peraturan tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh syari’at agama dan adat istiadat sebelum Islam. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya. Ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami, itu pun merupakan pintu darurat kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang tidak ringan.
Kesemua tafsir ini menjelaskan kebolehan pria menikah lebih dari satu. Tidak ada satupun yang mengharamkan. Maksimal empat istri. Ada yang berpandapat 9 boleh, karena 2+3+4, jumlah nominal dalam ayat itu. Namun dibantah jelas oleh M. Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur. Maksimal 4 sudah, bukan mengumpulkannya menjadi sembilan.
Haruskah Poligami? Isu Abadi dalam Sorotan Ulama Nusantara (Bag.2)
Haruskah Poligami? Isu Abadi dalam Sorotan Ulama Nusantara (Bag.3)
Haruskah Poligami? Isu Abadi dalam Sorotan Ulama Nusantara (Bag.4).
0 komentar