Tafsir Tarjuman Al-Mustafid Karya Syaikh Abdul Rauf al-Singkili | Tafsir wal Mufassirun Nusantara 1
October 28, 2025Tafsir wal Mufassirun Nusantara 1
Tarjuman al-Mustafid adalah tafsir lengkap 30 Juz pertama dalam bahasa Melayu yang menonjolkan perpaduan antara tradisi tafsir bi al-ma’thur dengan unsur pemikiran lokal. Ditulis oleh ulama Aceh bernama Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri al-Jawi (As-Singkili). Karya ini diperkirakan disusun pada abad ke-17, berbahasa Arab-Jawi/Melayu. Metode interpretasinya mencakup tahlili (analitis) secara berurutan untuk menjelaskan makna ayat dari berbagai sisi, serta penggunaan ijmali (penjelasan secara global) untuk menyelaraskan makna ayat dengan konteks makna secara umum.
Kitab Tafsir ini juga dikenal karena upaya menjembatani pembacaan kitab suci dengan budaya dan praktik keagamaan masyarakat Nusantara pada masanya, sehingga berperan penting dalam pembentukan identitas Islam Indonesia yang khas pada periode tersebut. Manuskrip ini sering dipandang sebagai karya yang memanfaatkan tradisi hadis dan tafsir berbahasa Jawa-Melayu, serta telah menjadi rujukan penting dalam studi pertafsiran Nusantara dan sejarah literatur Islam Melayu. Profil ini didasarkan pada kajian-kajian historis dan bibliografis kontemporer yang menilai tarjamah ini sebagai karya awal yang sangat berpengaruh dalam tradisi tafsir Indonesia.
![]() |
| Profil Kitab Tafsir Tarjuman Al-Mustafid |
Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili, adalah ulama besar Aceh dari daerah Singkel yang lahir sekitar 1615 M/1024 H, dikenal luas sebagai mufti, qadhi, dan guru tarekat Syattariyah yang berpengaruh pada penyebaran Islam di Aceh dan Nusantara; beliau menempuh studi mendalam hingga Mekah dan menjadi tokoh kunci dalam pengembangan budaya keilmuan Melayu–Arab, dengan kontribusi besar dalam tradisi tafsir dan pengajaran ilmu di lingkungan kerajaan Aceh serta lembaga pendidikan setempat; ia juga dikenang sebagai figur pembina tarekat serta peletak dasar intelektual yang melengkapi jaringan ulama Nusantara pada masa itu, sehingga namanya diabadikan dalam budaya akademik Aceh melalui berbagai sumber biografis dan institusional.
Ia juga dikenal dengan julukan Teungku Syiah Kuala, sebuah penghormatan lokal yang menandai pengaruh dan jasanya di Aceh. Dalam konteks kebudayaan Aceh, nama-namanya terkait erat dengan upaya pembentukan identitas keislaman dan tradisi keilmuan yang kaya, yang diwariskan hingga generasi berikutnya. Ia wafat di Kuala Aceh pada tahun 1693 M (1105 H), meninggalkan warisan kepemimpinan spiritual dan kontribusi intelektual yang terus dikenang dalam sejarah Aceh.
![]() |
| Profil Mufassir Syaikh Abdul Rauf al-Singkili |


0 komentar