Tafsir Nusantara Surah Al-Fatihah [1] Ayat 1
July 30, 2021بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang" (1).
Tafsir Nusantara QS. Al-Fatihah [1] : 1
📘TAFSIR TARJUMAN AL-MUSTAFID
Syekh Abdur Rauf Al-Singkili
(h. 5). Dalam proses pengetikan (tidak pakai gambar kedepannya), sedang penyesuaian teknologi agar bisa mengetik Arab Melayu/Jawi.
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR MARAH LABID
Syekh Muhammad bin Ummar Nawawi Al-Jawi
الباء: بهاء الله والسين سناؤه فلاشيءأعلى منه، والميم: ملکه وهو على كل شيء قدير . والباء : ابتداء اسمه باریء بصير
والسين: ابتداء اسمه سميع. والميم: ابتداء اسمه مجيد مليك. والألف: ابتداء اسمه الله. واللام: ابتداء اسمه لطيف. والهاء : ابتداء اسمه هادي. والراء: ابتداء اسمه رزاق. والحاء: ابتداء اسمه حليم، والنون: ابتداء اسمه نافع ونور.
(Jilid 1, h. 7)
___________________________________________________________________________________
📘TAFSIR AL-AZHAR
Prof. Dr. KH. Abdul Malik Karim Amrullah
Dan titik pertemuan faham mereka yang kedua ialah bahwa menurut ajaran Rasulullah s.a.w. sendiri, sekalianSurat al-Quranyang 114Surat, kecuali Surat Baraah (at-Taubah) semuanya dimulai menuliskannya dengan Bismillah itu selengkapnya, menurut yang tertulis di ayat 30 Surat an-Naml itu. Maka Mushhaf pertama yang ditulis oleh panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit atas perintah Khalifah pertama Saiyidina Abu Bakar itu adalah menurut yang diajarkan Nabi itu, pakaiBr'smilloh di awal permulaan Surat, kecualiBaraah (at- Taubah). Dan Mushhaf Saiyidina Usman bin Affan pun ditulis cara demikian pula. Semua pakai Bismr:lloh, kecuali Baraah.
TentangBr'smillah ada di permulaan tiaptiap Surat, kecualiSurat Baraah atau at-Taubah, tidaklah ada perselisihan Ulama. Yang diperselisihkan ialah terletaknya di pangkalSurat itu menjadikan dia termasuk dalam Surat itukah, atau sebagai pembatasnya dengan Surat-surat yang lain saja, atau dia menjadi ayat tunggal sendiri.
Golongan terbesar dari Ulama Salaf berpendapat bahwa Bismr'lloh di awal Surat adalah ayat pertama dari Surat itu sendiri. Beginilah pendapat Ulama Salaf Makkah, baik Fuqahanya atau ahli Qiraat; di antaranya ialah Ibnu Katsir dan Ulama Kufah, termasuk dua ahliQiraat terkemuka, Ashim dan al- Kisaa-i. Dan sebagian sahabat-sahabat Rasulullah dan Tabi'in diMadinah. Dan Imam Syaf i di dalam fatwanya yang iadid (baru), demikian pula pengikut' pengikut beliau. Dan Sufyan as-Tsauridan Imam Ahmad pada salah satu di antara dua katanya. Demikian pula kaum al-lmamiyah (dariSyi'ah). Demikian pula dirawikan daripada ulama sahabat, yaitu Alibin Abu Thalib, Abdullah bin Abbas dan A$ullah bin Umar dan Abu Hurairah; dan Ulama Tabi'in, yaitu Said bin Jubair, Athaa' dan az-Zuhri dan lbnul Mubarak.
Alasan mereka ialah karena telah ijma seluruh sahabat Rasulullah s.a.w. dan yang datang sesudah mereka berpendapat bahwa Bismilloh itu wajib ditulis di pangkal setiap Surat, kecuali di pangkal Surat at-Taubah. Dikuatkan lagi dengan larangan keras Rasulullah s.a.w. memasukkan kalimat-kalimat lain yang bukan termasuk kepadanya, sehingga al-Quran itu bersih daripada yang bukan wahyu. Sedangkan kalimat Amin yang jelas-jelas diperintahkan membacanya oleh Rasulullah sehabis selesaimembaca waladh-dhallin, terutama dibelakang imam ketika sembahyang iahar,lagitidak boleh dimasukkan atau dicampurkan ke dalam al-Quran, khususnya al-Fatihah, ketika menulis Mushhaf, apatah lagi menambahkan Bismi/loh ir-Rahmanir-Rahim di pangkal tiap-tiap Surat, kecuali Surat Baraah, kalau memang dia bukan termasuk Surat itu.
Pendapat mereka ini dikuatkan lagi oleh sebuah Hadis yang dirawikan oleh tmam Muslim di dalam Shahihnya, yang diterima dari Anas bin Malik. Berkata Rasulullah s.a.w.: "Telah diturunkan kepadaku tadi satu Surof. Lalu beliau boco: Bismillahir- Rahmanir-Rahim, sesungguh nya telah Kami berikan kepada engkau songof banyak, maka sembahyanglah engkau kepada Tuhan engkau dan hendaklah engkau berkorban, sesungguhnya orang yang benci kepado eng' kau itulah yang akan putus keturunan."
Di datam Hadis ini terang bahwa di antara Bismillahir-Rahmanir-Rahim dibaca senafas dengan Surat yang sesudahnya. Di sini berlakulah suatu qiyas, yakni sedangkan Surat Inna A'thaino yang paling pendek, lagi beliau baca senafas dengan Bismillah sebagai pangkalnya, apatah lagi al-Fatihah yang menjadi ibu dari segala isi al-Quran. Dan apatah lagiSurat-surat yangpanjangpanjang.
Dan sebuah Hadis lagi yang dirawikan oleh ad-Daruquthni dari Abu Hurairah, berkata dia: Berkata Rasulullah s.a.w.: "Apabila kamv membaca Alhamdulillah yaitu Surat al-Fatihah - maka bacalah Bismillahir-Rahmanir-Rahim, maka sbsungguhny a dia adalah lbu al Quran dan Tuiuh yang diulang-ulang, sedong Bbmillahir'Rahmanir'Rahim adalah soloh sofu daripada oyatnya."
Demikianlah pendapat dan alasan-pendapat dari Ulama-ulama yang berpendirian bahwa Bismillah di pangkal tiap-tiap Surat termasuk dalam Surat itu sendiri, bukan terpisah, bukan pembatas di antara satu Surat dengan Surat yang lain.
Tetapi satu pendapat lagi, Bismillahir-Rahmanir-Rahiim di pangkal Surat itu adalah ayat tunggal, diturunkan untuk penjelasan batas atau pemisah, jangan tercampur-aduk di antara satu Surat dengan yang lain. Yang berpendapat begini ialah lmam Malik dan beberapa Ulama Madinah. Dan Imamal- Auza'iserta beberapa Ulama diSyam dan Abu Amer danYa'kubdariBashrah. Dan ada pula satu pendapat tunggal darilmam Ahmad bin Hanbal, yaitu bahwa pada al-Fatihah sajalah Bismillahir'Rahmanir-Rahim itu termasuk ayat, sedang pada Surat-surat yang lain tidak demikian halnya.
Oleh karena masalah ini tidaklah mengenai pokok akidah, tidaklah kita salah jika kita cenderung kepada salah satu pendapat itu, mana yang lebih dekat kepada penerimaan ilmu kita sesudah turut menyelidiki. Adapun bagiPenafsir ini, terlepas daripada menguatkan salah satu pendapat, maka di dalam menafsir Bismillahir-Rahmanir-Rahim pada pembukaan al-Fatihah, kita jadikan dia ayat yang pertama, menurut Hadis Abu Hurairah yang dirawikan oleh ad-Daruquthni itu. Dan tidak mungkin Bismillohir-Rahmanir-Rahim dimuka al-Fatihah itu disebut sebagai satu ayat pembatas dengan Surat yang lain, karena tidak ada Surat lain yang terlebih dahulu daripada Surat al-Fatihah. Karena itu maka Bismillahir-Rahmanir-Rahim yang pada al-Fatihah inilah yang kita tafsirkan lebih luas, sedang Bismillah yang 112 Surat lagi hanya akan kita tuliskan ter.iemahannya saja. Sebab tentu saja membosankan kalau sampai 113 Bismilloh ditafsirkan, dan 1 14 dengan Bismilloh dalam Surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bulqis dalam Surat an-Naml itu.
"Dengan nama Allah, Yang Maln Murah, Maha Penyayang." (ayat l). Artinya, aku mulailah pekerjaanku ini, menyiarkan wahyu llahi kepada insan, di atas nama Allah itu sendiri, yang telah memerintahkan daku menyampaikannya.
Inilah contoh teladan yang diberikan kepada kita, supaya memulaisuatu pekerjaan penting dengan nama Allah. Laksana yang teradat bagi suatu kerajaan bila menurunkan suatu perintah, menjadi kuatlah dia kalau dia disampaikan "di atas nama penguasa tertinggi", raja atau kepala negara, sehingga jelaslah kekuatan kata-kata itu yang bukan atas kehendak yang menyampaikan saja, dan nampak pertanggunganjawab. NabiMuhammad s.a.w. disuruh me' nyampaikan wahyu itu di atas nama Allah. Dia, RasulAllah itu, tidaklah lebih dari manusip biasa, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah semenamena atas kehendaknya sendiri, tetapi Allahlah yang memerintahkan. Dari yang empunya nama itu dia mengambil kekuatan.
ALLAH, adalah Zat Yang Maha Tinggi, Maha Mulia dan Maha Kuasa. Zat Pencipta seluruh alam, langit dan bumi, matahari dan bulan, dan seluruh yang ada. DIA adalah yang tlojibul wuiud, yang sudah pasti ADA, yang mustahil tidak ada.
Menurut keterangan Raghib orang Isfahan, ahli bahasa yan$ terkenal itu, nama yang diberikan untuk Zat YangMaha Kuasa itu ialah ALLAH. Kalimat ini telah lama dipakai oleh bangsa Arab untuk Yang Maha Esa itu. Kalimat ALLAH itu - demikian kata Raghib - adalah perkembangan dari kalimat Al-Iloh. Yang dalam bahasa Melayu Kuno dapat diartikan Danra atau Tuhan. Segala sesuatu yang mereka anggap sakti dan mereka puja, mereka sebutkan dia ALILAH. Dan kalau hendak menyebutkan banyak Tuhan, mereka pakai kata jama', yaitu AL-ALIHAH. Tetapi fikiran murni mereka telah sampai kepada kesimpulan bahwa dari tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka katakan banyak itu, hanya SATU jua Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Mulia. Maka untuk mengungkapkan fikiran kepada Yang Maha Esa itu mereka pakailah kalimat ILAH itu, dan supaya lebih khusus kepada Yang Esa itu, mereka cantumkan di pangkalnya ALIF dan LAM pengenalan (Alif-Lam-Ta'rif), yaitu AL merrjadiALILAH. Lalu mereka buangkan huruf hamzah yang ditengah, AL-l-LAH menjadi ALLAH. Dengan menyebut Allah itu tidak ada lagi yang mereka maksud melainkan Zat Yang Maha Esa. Maha Tinggi, Yang Berdiri sendirinya itulah, dan tidak lagi mereka pakai untuk yang lain. Tidak ada satu berhalapun yang mereka namai ALLAH.
Dalam al-Quran banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan, jika Nabi Muhammad s.a.w. bertanya kepada musyrikin penyembah berhala itu siapa yang menjadikan semuanya ini pasti mereka akan menjawab: "Allahlah yang menciptakan semuanya!"
"Padahol jika engkau tonyakon kepoda mereka siopo yong menciptakan semua langit dan bumi, dan menyediakan matahari dan bulan, pastilah mereka okan menjawab: "Allah!" Maka bagaimanakoh mosih dipalingkan mereka." (al-Ankabut:61).
Dan banyak lagiSurat-surat lain mengandung ayat seperti ini. Setelah kita tinjau keterangan Raghib al-lsfahani dari segi pertumbuhan bahasa (filologi) tentang kalimat Allah itu, dapatlah kita mengertibahwa sejak dahulu orang Arab itu di dalam hati sanubari mereka telah mengakui louhid Uluhiyah, sehingga mereka sekali-kalitidak memakaikalimat Allah untuk yang selain daripadaZat yang Maha Esa, YangTunggal, yang berdirisendirNya itu. Dan tidak mau mereka menyebutkan Allah untuk beratus-ratus berhala yang mereka sembah. Tentang Uluhiyah mereka telah bertauhid, cuma tentang Rububiyoh yang mereka masih musyrik. Maka dibangkitkanlah kesadaran mereka oleh Rasul s. a.w. supaya bertauhid yang penuh; mengakui hanya SATU Tuhan yang menciptakan alam dan Tuhan Yang Satu itu sajalah yang patut disembah, tidak yang lain.
Dalam bahasa Melayu kalimat yang seperti IIoh itu ialah deuo dan tuhan. Pada batu bersurat Trengganu yang ditulis dengan huruf Arab, kira-kira tahun 1303 Masehi, kalimat Alloh Subhanahu Wa Ta'ala telah diartikan dengan Dantata Mulio Rarla. (Batu bersurat itu sekarang disimpan diMuseum Kuala Lumpur). Lama-lama, karena perkembangan pemakaian bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, maka bila disebut Tuhan oleh kaum Muslimin Indonesia dan Melayu, yang dimaksud ialah ALLAH dan dengan huruf Latin pangkalnya (huruf T) dibesarkan, dan kata-kata dewa tidak terpakai lagi untuk mengungkapkan Tuhan Allah.
Dalam perkembangan memakai bahasa ini, di dalam memakai kalimat TUHAN, haruslah diingat bahwasanya berbeda maksud pemakaian itu di antara orang Islam dengan orang Kristen. Kita orang Islam jikamenyebutTuhan, yangkitamaksud ialahALLAH. Zat Yang Berdiri SendirNya, kepadaNya memohonkan segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang menandingi Dia sesuatu juapun. Tetapi kalau orang Kristen menyebut Tuhan, yang mereka maksud ialah Yesus Kristus. Kadang-kadang bercampur-baur; sebab menurut aiaran yang mereka pegang, bahwa Tuhan itu adalah "Trinitas", atau "Tri-tunggal", yang tiga tetapi satu, yang satu tetapi tiga. Dia yang tiga tetapi satu itu ialah Tuhan Bapa, Tuhan Putera (lsa Almasih) dan Rohul-Kudus. Dan selalu mereka mengatakan "Tuhan Yesus".
Sebab itu walaupun sama-sama memakai kata TUHAN, tidaklah sama arti dan pengertian yang dikandung. Pemakaian kalimat Tuhan dalam kata sehari-hari akhirnya terpisah pula jadi dua; Tuhan khusus untuk Allah dan tuan untuk menghormati sesama manusia. Untuk raja disebut Tuanku.
Yang terpenting terlebih dahulu ialah memupuk perhatian yang telah ada dalam dasar jiwa, bahwa Zat YangMaha Kuasa itu mustahilberbila-ng. Adapun tentang pemakaian bahasa terhadapNya, dengan nama apa Dia mestidisebut, terserahlah kepada perkembangan bahasa itu sendiri. Selain dari pemakaian bahasa Melayu tentang Tuhan itu, sebagian bangsa kitapun memakai juga kalimat lain untuk Allah itu. Dalam bahasa Jawa terhadap Allah disebut GustiAllah, padahaldalam bahasa Melayu Banjar, Gusti adalah gelar bangsawan.
Demikian juga kalimat Pangeran untuk Allah dalam bahasa Sunda, padahal di daerah lain Pangeran adalah gelar orang bangsawan atau anak raja. Dalam bahasa Bugis dan Makassar disebut Poang Allah Ta'ala. Padahal kepada raja atau orang tua yang dihormati mereka mengucapkan Poang juga.
Orang Hindu-BaU, meskipun mereka menyembah berbagai berhala, na' mun mereka tetap percaya kepada Sang Hyang Widhi, artinya Yang Maha Esa. Kepercayaan agama Hindupun sampai kepada puncak tertinggi sekali, yaitu kepada Sang Hyang Tunggal.
Lantaran itu dapatlah difahami keterangan Rashib al-lsfahani yang me' nyatakan bahwa ALLAH itu berasal dari kalimat AL ILAH yang berartiTuhan itu. Adanya kalimat Al llah membuktikan bahwa kepercayaan-kepercayaan tentang adanya Tuhan telah tumbuh sejak manusia berakal, dan timbulnya kalimat ALLAH membuktikan bahwa fikiran manusiapun akhirnya sampai kepada, bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa itu hanya SATU.
Maka kedatangan Agama Islam ialah menuntun dan menjelaskan bahwa DIA memang SATU adanya. Setelah itu diiringkanlah menyebut nama ALLAH itu dengan menyebut sifatNya, yaitu AR-RAHMAN dan AR-RAHIM. Yang kedua nama sifat itu adalah dari satu rumpun, yaitu RAHMAT, yang berarti murah, kasih-sayang, cinta, santun, perlindungan dan sebagainya.
Apa sebab maka kedua sifat itu yang terlebih dahulu dijelaskan sebelum menyebut sifat-sifatNya yang lain? Hal ini dapatlah difahami jika kita kaji pengkhayalan orang yang masih sederhana peradabannya (primiti0 tentang Tuhan. Sebagaikita katakan tadi, kepercayaan akan adanya Zat YangMaha Kuasa, adalahsamatumbuhdengan akal manusia. Tetapi sebagian besar mereka.rnenggambarkan Tuhan itu sebagai sesuatu yang amat ditakuti, atau menakutkan, seram dan keiam yang orang terpaksa memujanya oleh karena akan murkanya. Lalu diadakan kurban' kurban sembelihan, sebab Tuhan itu haus darah, lalu didirikan orang berhala yang bentuknya sangat seram, matanya mendelik, saingnya terulur keluar, yang tidak reda murkanya kalau tidak diberi kurban.
Maka seketika bacaan dimulai dengan menyebut nama Allah, dengan kedua sifatNya Yang Rahman dan Rahim, mulailah Nabi Muhammad menentukan pemmusan baru dan yang benar tentang Tuhan. Sifat utama yang terlebih diketahui dan dirasakan oleh manusia ialah bahwa DIA Rahman dan Rahim.
Dengan nama Allah, Tuhan Yang Maha Murah dan Maha Sayang kepada hambaNya maka Utusanl.,lya, Muhammad s.a.w. telah menyampaikan setuan ini kepada manusia. Yang lebih dahulu mempengaruhijiwa ialah bahwa Allah itu Pemurah dan Penyayang, bukan Pembenci dan Pendendam, bukan haus kepada darah pengurbanan. Dan contoh yang diberikan Nabi itu pulalah yang kita ikuti, yaitu memulai segala pekerjaan dengan nama Allah, yang empunya beberapa sifat Yang Mulia, di antaranya ialah Rahman dan Rahim. Maka di dalam bacaan itu tersimpullah suatu pengharapan atau doa moga-moga apa saja yang kita kerjakan mendapat kurnia Rahman dan Rahim dari Tuhan. DimudahkanNya kepada yang baik, dijauhkan kiranya dari yang buruk. Maka tersebutlah di dalam sebuah Hadis Nabi s.a.w. yang dirawikan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah yang berbunyi: "Tiap-tiap pekerjaan yang penting, kalau tidak dimulai denganBismillah, dengan nama Allah, maka pekerjaan itu akan percuma jadinya."
Berbagai-bagai sebutan Hadis tentang ini; ada yang mengatakan bahwa pekerjaan itu akan ajdzam, artinya akan ditimpa sakit kusta atau lepra. Ada juga Hadis mengatakan aqtha, artinya akan terputus, patah di tengah, atau gagal. Dan ada juga menyebut obtor, artinya mandul, tidak membawa hasil yang diharapkan. Semuanya itu dapat disimpulkan jadi percuma, sebab tidak diberi berkat oleh Allah. Maka marilah kita teladan contoh Allah, bahwa Surat-suratNya atau ayatayat yang diturunkanNya kepada kita, dimulainya dengan menyebut namaNya dan menonjolkan sifatNya, yaitu Rahman dan Rahim.
(Vol. 1, h. 64-70)
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR QUR'AN KARIM
Prof. Dr. KH. Mahmud Yunus
Dengan nama Allah dan perintahNya aku baca surat ini. Apa-apa pekerjaan baik yang akan kita kerjakan hendaklah dengan nama Allah, artinya karena Allah dan mengharapkan keredlaanNya, yaitu dengan menyebut: Bismillah (h. 1)
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR QUR'AN
H. Zainuddin Hamidy dan H. Fachruddin Hs
Allah ialah nama Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Rahman artinya yang banyak melimpahkan kebaikan. Rahim artinya yang mempunyai perasaan kasih sayang (penyayang). Setiap su- mat dalam Al Quran dimulai dengan Bismillahirrahmanir rahim, selain dari surat 9 (Bara'ah). Bila hen- dak memulai sesuatu pekerjaan atau membaca, kita membaca Bismillahir rahmanir rahim, berarti bahwa kita membaca atau memulai pekerjaan itu dengan nama Tuhan, karena mengingati perintahNya, serta kemurahan dan kasih sayangNya kepada alam semesta ini. (h. 1)
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR RAHMAT
H. Oemar Bakry
Perkataan Rahmaan dan Rahiim berasal dari satu kata yaitu Rahmah. Walaupun begitu artinya sedikit berbeda. Rahmaan berarti Allah yang melimpahkan rahmat dan kurnia yang tidak terhitung jumlahnya kepada hamba-Nya. Sedangkan Ra- hiim berarti sifat yang tetap pada Allah s.w.t. Ayat ini menganjurkan agar setiap amal perbuatan yang baik dimulai dengan membacanya. Sabda Rasulullah s.a.w., "Setiap amalan yang tidak dimulai dengan Bismillah, maka amalan itu buntung". Dengan membaca Bismillah itu orang ingat bahwa segala amalan dari dan untuk Allah (h. 3).
__________________________________________________________________________________
📘'ABR AL-ATSIR : TAFSIR AL-QUR'AN DI RADIO
Ust. Ahmad Sonhadji Mohamad Milatu
Tiap-tiap pekerjaan hendaklah dimulai dengan nama Allah "Bismillah". Hukum membaca Bismillah itu sunat (diberi pahala). Sebabnya membaca Bismillah itu sunat, kerana al-Quran sendiri dimulai dengan Bismillah sebagai pelajaran kepada orang-orang Islam supaya sebarang kerjanya adalah semata-mata untuk Allah dan di atas nama Allah, tidak di atas nama yang lain (Vol. 1, h. 49).
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR AL-FURQAN
H. A. HASSAN
Dengan nama Allah itu, maksudnya di sini, ada macam-macam :
a. Aku membaca Surah ini dengan perintah Allah,
b. Aku membaca Surah ini dengan pertolongan Allah,
c. Diturunkan Surah ini dengan perintah Allah,
d. Diturunkan Surah ini dengan rahmat Allah, dan sebagainya (h. 1).
*Bismillahirrahmanirrohim, tidak masuk kategori ayat 1 menrut H. A. Hassan.
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR AL-QUR'ANUL MAJID AN-NUUR
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
Dengan menyebut nama-nama Allah yang indah dan yang agung sifat-Nya. Yaitu lafal-lafal yang menunjukkan kepada zat atau suatu pengertian. Kata ism dalam rangkaian ini' dimaksudkan sebagai tasmiyah : "menamakan" atau "menyebut nama".
Ibn Jarir berpendapat bahwa ism di sini bermakna tasmiyah. Makna yang lengkap dari bismillah adalah, saya memulai bacaan (membaca) dengan menyebut nama Allah, dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang agung.
Dalam beberapa ayat, al-Qur'an memerintahkan kita menyebut Allah (menyebut zat-Nya) dan mengakui kesucian-Nya. Dalam beberapa ayat yang lain, al-Qur'an memerintah kita menyebut nama-Nya. "Makna ayat-ayat kelompok pertama adalah perintah mengingat Allah dengan jalan merenungkan kebesaran dan kekuasaan nikmat-Nya. Sedangkan makna ayat-ayat kelompok tedua adalah perintah menyebut nama-nama-Nya yang indah (Asm-axi Husna), menyandarkan puji dan syukur kepada-Nya, serta memohon bantuan kepada-Nya dalam menjalankan semua jenis pekerjaan.
Jelasnya, sebagaimana perintah mengingat nama Allah, kita juga diperintah menyebut nama-Nya. Maka, hendaklah kita menyebut nama-Nya dengan rasa aʼzhim (penuh hormat) seraya mengiringi penyebutan itu dengan puji syukur dan memohon bantuan-Nya, pertolongan dan taufik inayah-Nya, agar segala perbuatan kita memperoleh penghargaan syara'. Pekerjaan-pekerjaan yang dijalankan dengan tidak menyebut nama Allah dipandang tidak ada.”(Baca Tafsir al-Muur 1: 41).
Ada ayat-ayat yang menghendaki agar kita mentasbihkan Allah (Baca al-Furqaan [25] : 7), dan ada pula ayat-ayat yang menghendaki kita mentasbihkan nama-nama-Nya (Baca al-A'la [78] : 1, al-Waaqi'ah [56] : 96, al-Hadid [57] : 1). Makna *mentasbihkan Allah" adalah merenungi dan mengingat kesucian-Nya dari segala sesuatu yang tidak layak. Sedangkan makna 'mentasbihkan nama-Nya" adalah menyebut subhanallaah, bukan menyebut sudhaana millah.
Allah = Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang disembah oleh semua makhluk. Lafal Allah adalah nama Zat yang disembah. Orang-orang jahiliyah masa lalu, jika ditanya, siapakah yang menciptakan langit dan bumi, mereka menjawab: "Allah". Apabila ditanya. apakah Latta dan Uzza (Dua berbala Arab zaman dahulu yang ditempadan di sekitar Ka'bah) menciptakan alam, mereka menjawab, "Tidak".
Adapun kata Ilah, meskipun dilekatkan untuk segala yang disembah, baik yang sebenarnya maupun yang tidak sebenarnya, namun telah biasa dipakai untuk Tuhan yang disembah dengan sebenarnya. Karena kebiasaan ini, maka tidak bisa disalahkan jika ada orang yang mempergunakan kata Tuhan sebagai ganti kata Allah. Walaupun diakui bahwa sebaik-baik kata yang dipakai adalah kata "Allah".
Ar-Rahmaan = yang Maha Pemurah.
Tuhan yang Maha Pemurah, yang sangat banyak rahmat dan karunia-Nya, dan yang melimpahkan banyak kebaikan-Nya. Sifat rahman adalah sifat yang menunjukkan bahwa Allah memiliki rahmat dan melimpahkannya tanpa batas kepada semua makhluk-Nya. Lafal ar-Rahmaan, khusus hanya bagi Allah, tidak boleh dipakai untuk yang lain. Lafal ini merupakan sinonim (muradif) dari kata Allah (Baca al-Isra' [17] : 110.).
Ar-Rahim - Yang Maha Kekal rahmat-Nya.
Allah yang Maha Pengasih dan bersifat Rahmat dan Murah yang tetap, yang senantiasa menarahkan rahmat-Nya. Şifat Rahiim adalah sifat yang menunjukkan bahwa Allah tetap bersifat rahmat, yang dari rahmat-Nyalah kita memperoleh kemurahan-Nya (keihsanan-Nya).
Kata ar-Rahmaan memberikan pengertian bahwa Allah sangat banyak kemurahan-Nya, baik kecil maupun besar. Tetapi tidak menunjukkan bahwa Allah tetap mencurahkan kemurahan rahmat-Nya. Untuk menegaskan bahwa Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh hamba-Nya yang tiada henti, maka Dia bersifat rahiim. Sebab, sifat rahmat itu merupakan sifat yang tetap bagi Allah. Pendek kata, lafal ar-Rahmaan menunjukkan babwa Allah melimpahkan nikmat dan kemurahan-Nya, sedangkan lafal ar-Rahiim menunjukkan sifat melimpahkan nikmat dan kemurahan itu, yang merupakan sifat tetap hagi-Nya.
Muhammad Abduh menjelaskan, dalam tata bahasa orang Arab, kata ar- Ramaan hanya mengandung makna bahwa Tuhan melimpahkan rahmat, karena perbuatan itu baru terjadi kemudian, betapa pun hebatnya. Tetapi apabila orang Arab mendengar kata ar-Rahiim, mereka merasakan bahwa Allah tens-menerus melimpahkan rahmat-Nya, dan sifat rahmat itu bukan suatu sifat yang terjadi kemudian, tetapi suatu sifat yang wajib dan tetap ada.
Ibn Qayyim berpendapat bahwa ar-Rahmaan menunjukkan sifat yang tetap pada Zat Allah, sedangkan ar-Rahiin menunjukkan limpahan rahmat-Nya kepada makhluk, Maksudnya, ar-Ralumaan adalah sifat Zat, sedangkan ar-Rahiim adalah sifat perbuatan. Muhammad Rasyid Ridha menilai pendapat Muhammad Abduh lebih kuat dibanding pandangan Ibn Qayyim."(Al-Manar l: 47-48)
Allah memulai al-Qur'an dengan Bismillaahir rahmaanir rahiin, untuk memberikan petunjuk kepada kita supaya selalu memulai sesuatu pekerjaan dengan membaca basmallah, Nabi bersabda: "Setiap pekerjaan yang berarti yang tidak dimulai dengan Bismillnahirrahmaanirrahiim, berkah pekeriaan itu terputus." (HR. Abd. al-Qahir ar-Rahawi dari Abu Hurairah dalam al-Arbain).
Bangsa Arab sebelum Islam, tiap memulai suatu pekerjaan selalu menyebut bismillati: dengan nama al-Lati (Lata) atau bismil Uzza : dengan al-Uzza, nama-nama Tuhan mereka.
Dengan demikian, Bismillahirahmaannirrahiim, yang kita ucapkan ketika memulai suatu pekerjaan bermakna: Saya memulai pekerjaan ini dengan Bismillahirahmaannirrahiim. Yakni, kita mengawali pekerjaan berdasarkan perintah Allah semata, bukan berdasarkan hawa nafsu atau keinginan sendiri. bertolak dari pengertian ini, kami tidak menerjemahkan kata ar-Rahiim dengan 'Maha Penyayang'. Oleh karena itu, kami menerjemahkan basmalah: "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah yang senantiasa mencurahkan rahmat- Nya".
Dengan ucapan itu bisa pula diartikan batrua kekuatan (qudrat) yang kita miliki untuk mengerjakan sesuatu merupakan anugerah Allah. Jika demikian halnya, perbuatan kita tidaklah atas nama kita sendiri, tetapi hanla atas nama Allah dan kita mengharap kekuaan dari-Nya. Seandainya Tuhan tidak memberikan kekuatan itu, pastilah kita tidak akan mampu berbuat apa pun.
Ringkasnya, makna dari pencantuman basmalah pada permulaan al-eur'an untuk menegaskan bahwa segala yang dijelaskan oleh al-Qur'an, baik berupa hukum, akhlak, kesusilaan, nasihat, maupun pengajaran (pendidikan) adalah milik Allah dan datang dari Allatr. Tidak seorang pun yang campur tangan di dalamnya.
Allah seakan-akan berfirman: "Hai Muhammad. Bacalah surat ini dengan Bismillahiramhmaaniromhiim." Atau: 'Bacalah surat yang datang dari Allah, yang isinya menunjuki manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat itu dengan Bismillahiramhmaaniromhiim." Maksud Nabi saw. dengan membaca basmalah kepada ur-natn)a adalah untuk menyatakan: "surat yang dibaca dan disampaikan kepada umatnla itu dengan dan atas nama Allah, bukan dengan dan atas namanya sendiri."
Menurut sebagian ulama, sebelum turun surat an-Naml, umat Islam belum mengetahui bacaan basmalah dengan sempurna. Mula-mula mereka mengucapkan : Bismikallahumma, kemudian Bismillah. Sesudah turun alat eulid 'ullfiala avtid'ur Rahmann, mereka pun mengucilpkan Bismillanhir mhmaan. Setelah turun ayat Qulid 'ullaaha 'awid'ur Rahmaan dalam surat an-Naml, barulah kaum muslimin mengucapkan basmalah lengkap : Bismillahiramhmaaniromhiim.
(h. 13-16).
**Bismillahirrahmanirrohim, tidak masuk kategori ayat 1 menurut Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy.
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR RINGKAS AL-WAJIZ
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, Kemeneg RI
Aku memulai bacaan Al-Qur’an dengan menyebut nama Allah, nama teragung bagi satu-satunya Tuhan yang patut disembah, yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan dan tersucikan dari segala bentuk kekurangan, Yang Maha Pengasih, Pemilik dan sumber sifat kasih Yang menganugerahkan segala macam karunia, baik besar maupun kecil, kepada seluruh makhluk, Maha Penyayang Yang tiada henti memberi kasih dan kebaikan kepada orang-orang yang beriman. Memulai setiap pekerjaan dengan menyebut nama Allah (basmalah) akan mendatangkan keberkahan, dan dengan mengingat Allah dalam setiap pekerjaan, seseorang akan memiliki kekuatan spiritual untuk melakukan yang terbaik dan menghindar dari keburukan (Vol. 1, h. 2)
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR AL-IBRIZ
KH. Bisri Mustofa
Tidak ditafsirkan (Vol. 1, h. 3).
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR NURUL IHSAN
Syekh Muhammad Sa’īd Al-Qadhī
(Vol. 1, h. 5). Penafsiran dikelompokkan ayat 1-2. Dalam proses pengetikan (tidak pakai gambar kedepannya), sedang penyesuaian teknologi agar bisa mengetik Arab Melayu/Jawi.
__________________________________________________________________________________
📘TAFSIR AL-MISBAH
Prof. Dr. KH. M. Quraish Shihab, M.A
Allah memulai kitab-Nya dengan Basmalah, dan memerintahkan Nabi- Nya sejak dini pada wahyu pertama untuk melakukan pembacaan dan semua aktivitas dengan nama Allah, Iqra’ Bismi Rabbika, maka tidak keliru jika dikatakan bahwa Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia; pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah.
Memulai dengan nama Allah adalah adab dan bimbingan pertama yang diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya: Iqra’ Bismi Rabbika. Permulaan itu sesuai dengan kaidah utama ajaran Islam yang menyatakan bahwa Allah adalah alAwwal Wa al-Akhir Wa a^h-Zhdhir Wa al-Bathin/ Dia yang Pertama dan Dia pula yang Terakhir, Dia Yang nampak dengan jelas (bukti-bukti nntjud- Nya) Dan Dia pula yang Tersembunyi (terhadap siapa pun hakikat-Nya). Dia Yang Maha Suci itu yang merupakan wujud yang haq, yang dari-Nya semua wujud memperoleh wujudnya, dan dari-Nya bermula semua yang memiliki permulaan. Karena itu, dengan nama-Nya segala seuatu harus dimulai dan dengan nama-Nya terlaksana setiap gerak dan arah.” Demikian Sayyid Quthub dalam tafsirnya.
Apa arti Basmalah, tentu panjang jika akan diuraikan. Penulis akan menggarisbawahi beberapa hal yang kiranya perlu dihayati oleh pembaca Basmalah.
Makna ba’ yang dibaca bi pada Bismillah
Bukan maksud penulis mengangkat makna huruf ini untuk membenarkan pendapat yang menyatakan bahwa kandungan Basmalah dirangkum oleh huruf Bi' pada kalimat Bismillah tersebut, tetapi ia penulis angkat semata-mata untuk memperjelas makna yang dikandung oleh huruf tersebut agar pembaca Basmalah dapat lebih menghayati apa yang dibaca atau diucapkannya.
Ba’atau (dibaca bi) yang diterjemahkan dengan kata ^»^«*mengandung satu kata atau kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas di dalam benak ketika mengucapkan Basmalah, yaitu kata “memulai”, sehingga Bismillah berarti “Saya atau Kami memulai apa yang kami kerjakan ini — dalam konteks surah-ini adalah membaca ayat-ayat al-Qur’an — dengan nama Allah.” Dengan cjemikian, kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap, bahwa ia memulai pekerjaannya atas nama Allah. Atau dapat juga diartikan sebagai perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah) yang menyatakan “Mulailah pekerjaanmu dengan nama Allah”. Kedua pendapat yang menyisipkan — dalam benak — kata “memulai” pada Basmalah ini, memiliki semangat yang sama, yakni menjadikan (nama) Allah sebagai pangkalan tempat bertolak.
Apabila seseorang memulai suatu pekerjaan dengan nama Allah atau atas nama-Nya, maka pekerjaan tersebut akan menjadi baik, atau paling tidak, pengucapnya akan terhindar dari godaan nafsu, dorongan ambisi atau kepentingan pribadi, sehingga apa yang dilakukannya tidak akan mengakibatkan kerugian bagi orang lain, bahkan akan membawa manfaat bagi diri pengucapnya, masyarakat, lingkungan serta kemanusiaan seluruhnya.
Ada juga yang mengaitkan kata bi (dengan) dengan memunculkan dalam benaknya “kekuasaan”. Pengucap “Basmalah” seakan-akan berkata: “Dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana.” Pengucapnya ketika itu (seharusnya) sadar bahwa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Dengan demikian, ia menyadari kelemahan dan keterbatasan dirinya tetapi dalam saat yang sama pula (setelah menghayati arti Basmalah ini), ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri karena ketika itu dia telah menyandarkan dirinya kepada Allah dan memohon bantuan Yang Maha Kuasa itu.
Rasulullah saw. bersabda: “Setiap perbuatan yang penting yang tidak dimulai dengan ‘BismiUahirrahmanirrahim’ maka perbuatan tersebut cacat” (HR. as-Suyuthi dalam al-Jami‘ ash-Shaghir yang menurutnya disebut oleh Abdul Qadir ar-Rahawi yang menyatakan bahwa perawinya dari sahabat Nabi adalah Abu Hurairah).
Ketika membaca Basmalah dan memulai satu pekerjaan, apapun jenis pekerjaan itu, misalnya makan, minum, belajar, berperang bahkan bergerak dan diam sekalipun, kesemuanya harus disadari bahwa titik tolaknya adalah Allah swt. dan bahwa ia dilakukan demi karena Allah. Ia tidak'mungkin dapat terlaksana kecuali atas bantuan dan kekuasaan Alla-h swt.
Kata ((*-*«') isim terambil dari kata ( p ) as-sumuw yang berarti tinggi, atau ( ) as-simah yang berarti tanda. Memang nama menjadi tanda bagi sesuatu serta harus dijunjung tinggi. Kini timbul pertanyaan: “kalau memang kata isim demikian itu maknanya dan kata Bismi seperti yang diuraikan di atas maksudnya, maka apa gunanya kata isim disebut di sini. Tidak cukupkah bila langsung saja dikata Dengan Allah? Sementara ulama secara filosofis menjawab bahwa nama menggambarkan substansi sesuatu, sehingga kalau di sini dikatakan Dengan nama Allah maksudnya adalah Dengan Allah. Kata isim menurut mereka digunakan di sini sebagai penguat. Dengan demikian, makna harfiah dari kata tersebut tidak dimaksudkan di sini. Memang dikenal dalam syair-syair lama penyisipan kata ism untuk tujuan tersebut.
Az-zamakhsyari dan banyak ulama tafsir mengemukakan bahwa orang-orang Arab, sebelum kehadiran Islam, memulai pekerjaan-pekerjaan mereka dengan menyebut nama tuhan mereka, misalnya ( ) bismi al-lata atau ( (•—’V) bismi al-‘u^a (keduanya nama berhala), sementara bangsa-bangsa lain memulainya dengan menyebut nama raja atau penguasa mereka. Hingga kini di beberapa negara masih terdengar ketua parlemen membuka sidang-sidangnya dengan ucapan: “Atas nama Allah dan atas nama rakyat”. Yang mereka maksudkan adalah bahwa aktivitas yang mereka hkukan dilaksanakan demi mendapatkan kerelaan Tuhan atau raja atau untuk kepentingan rakyat, dan atau bahwa pekerjaan tersebut tidak akan terlaksana tanpa restu Tuhan atau raja. Kalau demikian, memulai pekerjaan dengan nama Allah, berarti pekerjaan itu dilakukan atas perintah dan demi karena Allah, bukan atas dorongan hawa nafsu.
Di atas telah dikemukakan dua pandangan menyangkut kata yang hendaknya muncul dalam benak ketika membaca bismi. Ada yang memunculkan kata memulai ada juga kata kekuasaan. Syekh Thahir Ibn ‘Asyur ulama besar Tunisia dan Muftinya mengemukakan — sambil menolak pendapat yang memunculkan kata kekuasaan ketika membaca bismi — bahwa' penyisipan kata ism mengandung makna tersendiri, yang berbeda jika tanpa kata ism. Setiap kalimat yang bertujuan mewarnai satu aktivitas dengan warna Islami, warna ketuhanan Yang Maha Esa, maka kalimat tersebut disusun dengan menggunakan kata ism. Seperti dalam dalam penyembelihan Allah swt. berfirman: “Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya,jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya” (QS. al-An‘am [6]: 118), dan atau aktivitas yang diharapkan memperoleh keberkatan dan°pertolongan Allah seperti firman-Nya: Iqra’ bismi rabbika (QS. al-Alaq [96]: 1). Isim atau nama Allah bukan Dzat-Nya yakni kekuasaan dan kudratnya yang diharapkan terlibat dalam kegiatan-kegiatan itu. Tetapi, kalau yang dimaksud adalah Dzat-Nya, maka ketika itu kata isim tidak disisipkan. Perbedaan ini dapat terlihat antara lain dalam firman-Nya: I'asabbib bismi Rabbika alA^him (QS. al-Waqi‘ah [56]: 74) dan firman-Nya: Wasabbihu Italian Thawila (QS. al-Insan [76]: 26). Yang pertama adalah perintah untuk mengucapkan Subfaana Allah, sedang yang kedua merupakan perintah untuk mensucikan Dzat Allah dari segala kekurangan. Dengan demikian, lanjut Ibn ‘Asyur, penggunaan kata isim serupa dengan penggunaan lambang atau simbol-simbol tertentu bagi satu kominitas masyarakat atau tentara — simbol-simbol yang sebelumnya telah dikenal. Kesimpulannya adalah, setiap hal yang diharapkan darinya keberkafan Allah atau dimaksudkan demi karena Allah, maka disisipkan kata isim, sedang bila dimaksudkan dengan permohonan kemudahan dan bantuan Allah maka kata yang digunakan langsung menyebut Allah/Tuhan tanpa menyisipkan kata isim. Dalam hadits Nabi saw. pun demikian itu halnya. Salah satu doa beliau adalah ( dLj j..--ai dJb jt-j-1-'1) Alldhumma bika nushbihu wa numsi (Ya Allah dengan Engkau kami memasuki waktu pagi dan petang) yakni dengan kekuasaan dan iradat-Mu, kami memasukinya. Sebelum tidur beliau berdoa ( cjy>\ dJLr’Uj gl'i dlcb ) Bismika Allahumma Atya Wa Amiit/ dengan nama-Mu Ya Allah aku tidur dan bangun yakni demi karena Engkau Aku hidup dan mati. Doa ini sejalan dan semakna dengan perintah- Nya: Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. al-An‘am [6]: 162).
Ketika kita memberi nama satu lokasi atau bangunan — katakanlah Bandar Udara Sukarno Hatta — maka tujuannya antara lain adalah untuk mengabadikan kedua tokoh yang berjasa dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kedua tokoh tersebut menjadi kekal paling tidak selama apa yang menyandang namanya itu tetap wujud. Di sisi lain, ketika seorang ayah menamai anaknya “Muhammad” maka ia mengharap kiranya sang anak memperoleh berkat Nabi Muhammad saw. serta meneladani sifat-sifat beliau.
Oleh karena itu, ketika kita memulai suatu pekerjaan dengan menyebut “nama” Allah, maka berdasarkan analisis di atas pekerjaan tersebut diharapkan kekal di sisi Allah. Di sini yang diharapkan kekal bukan Allah - karena Dia adalah Maha Kekal, tetapi pekerjaan yang dilakukan itulah yang kekal, dalam arti ganjaran yang kekal sehingga dapat diraih kelak di hari Kemudian. Memang banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang, bahkan boleh jadi pekerjaan besar, tetapi tidak berbekas sedikit pun serta tidak ada manfaatnya bukan hanya di akhirat kelak, di dunia pun ia tidak bermanfaat. Allah berfirman: “Kami hadapi basil karya mereka kemudian Kami jadikan ia (bagaikan) debit yang berterbangan (sia-sia belaka)” (QS. al-Furqan [25]: 23).
Penulisan kata ((•—-!) “bismi” dalam Basmalah tidak menggunakan huruf “alif” berbeda dengan kata yang sama pada awal surah Iqra’, yang tertulis dengan tata cara penulisan baku yakni menggunakan huruf Alif ((►-V). Persoalan ini menjadi bahasan para pakar dan ulama. Pakar tafsir al-Qurthubi (w. 671 FI) berpendapat bahwa penulisan tanpa huruf alif pada basmalah adalah karena pertimbangan praktis semata-mata. Kalimat ini sering ditulis dan diucapkan, sehingga untuk mempersingkat tulisan ia ditulis tanpa alif.
Az-Zarkasyi (w. 794 H) menguraikan dalam kitabnya al-Burhan bahwa tata cara penulisan al-Qur’an mengandung rahasia-rahasia tertentu. Dalam hal menanggalkan huruf alif pada tulisan satu kata dalam al-Qur’an. Az- Zarkasyi mengemukakan kaidah yang intinya adalah bahwa penanggalan huruf alif itu mengisyaratkan bahwa ada sesuatu dalam rangkaian katanya yang tidak terjangkau oleh oleh panca indra. Kata Allah demikian juga ar- Rahman pada Basmalah tidak dapat terjangkau hakikatnya. Kedua kata itu tidak dapat digunakan kecuali untuk menunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Kata bismi yang dirangkaikan dengan Allah dan ar-Rahmdn bermaksud mengisyaratkan hal itu. Atas dasar itu pula kata bismi pada surah Iqra ’ ditulis dengan menggunakan huruf Alif, karena 'di sana yang dikemukakan adalah yang disifati dengan rabb/Pemilihara, sedang pemeliharaan Tuhan cukup jelas terlihat pada seluruh hamba-hamba-Nya.
Rasyad Khalifah (wafat 1990 M) berpendapat bahwa ditanggalkannya huruf “alif” pada Basmalah, adalah agar jumlah huruf-huruf ayat ini menjadi sembilan belas huruf, tidak dua puluh. Ini, karena angka 19 mempunyai rahasia yang berkaitan dengan al-Qur’an.
Dalam al-Qur’an, kata “isim”, “Allah”, “ar-Rahman” dan^ar-Rahim” mempunyai jumlah yang dapat dibagi habis oleh angka 19 itu. Kata “Isim” dalam al-Qur’an terulang sebanyak 19 kali, kata “Allah” sebanyak 2698 kali (2698 : 19 = 142), “ar-Rahman” 57 kali (57 : 19 = 3) dan “ar-Rahim” 114 kali (114 : 19 = 6). Seandainya “Bismi” ditulis dengan alif, maka perkalian-perkalian di atas tidak akan terjadi. Ini merupakan salah satu kunci yang menjamin keotentikan al-Qur’an hingga akhir zaman, karena bila terjadi perubahan kata, maka pastilah jumlah kata dan huruf-hurufnya tidak akan seimbang.
Bismilldhir rahmanirrahjm yang terdiri dari sembilan belas huruf itu, adalah pangkalan tempat muslim bertolak. Jumlah huruf-hurufnya sebanyak sembilan belas huruf. Demikian pula dengan ucapan Hauqalah: ( «&b J ) La faaula wa la quwata ilia billdh. Tiada daya (untuk memperoleh manfaat) dan upaya untuk (menolak mudarat) kecuali dengan (bantuan) Allah Kalimat ini pun (bila ditulis dengan aksara yang digunakan al-Qur’an) mempunyai sembilan belas huruf. Dengan demikian, permulaan dan akhir usaha setiap muslim adalah bersumber dan berakhir pada kekuasaan Allah yang Ragman dan Rahim, Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu. Dalam QS. al-Muddatstsir [74]: 30 dinyatakan bahwa penjaga neraka terdiri dari sembilan belas malaikat. Basmalah dan Hauqalah yang masing-masing mempunyai sembilan belas huruf itu, dapat menjadi perisai bagi seseorang yang menghayati dan mengamalkan tuntunan kedua kalimat tersebut. Menjadi perisai terhadap kesembilan belas penjaga neraka itu.
Thahir Ibn ‘Asyur menilai pandangan-pandangan ulama tentang penulisan Basmalah sebagai pandangan yang tidak memuaskan. Menurutnya, penulisan Basmalah pada awal surah-surah al-Qur’an termasuk al-Fatihah bersumber dan mencontohi penulisannya dalam QS. an-Naml [27]: 30. Di sana — katanya — ia ditulis demikian untuk mengisyaratkan bahwa itu adalah awal dari surat Nabi Sulaiman as. yang dikirimnya kepada penguasa kerajaan Saba’ ketika itu. Nah, ketika para sahabat ingin menulis awal surah-surah al-Qur’an, maka pertanda awalnya adalah Basmalah yang ditulis serupa dengan pertanda awal surat Nabi Sulaiman as. itu. Ini menurutnya dapat menjadi dasar atau teladan bagi yang ingin memulai satu tulisan dengan menulisnya menggunakan huruf tebal atau berwarna.
Apa yang dikemukakan di atas, merupakan kesan-kesan dari ulama dan cendekiawan tertentu, tanpa didukung oleh bukti ilmiah yapg konkret. Kita boleh setuju atau tidak setuju dengan uraian di atas. Memang tidak ada yang dapat menghalangi seseorang dari kesan yang timbul dalam benaknya, sebagaimana tidak bijaksana bahkan tidak boleh memaksakan orang lain menerima kesan yang tidak berkenan di hatinya.
Kata Allah merupakan nama Tuhan yang paling populer. Apabila Anda berkata “Allah” maka apa yang Anda ucapkan itu, telah mencakup semua nama-nama^Nya yang lain, sedang bila Anda mengucapkan nama- Nya yang lain - misalnya ar-Raftim, al-Malik, dan sebagainya - maka ia hanya menggambarkan sifat Rahmat, atau sifat kepemilikan-Nya. Di sisi lain, tidak satupun dapat dinamai Allah, baik secara hakikat maupun majaz, sedang sifat-sifat-Nya yang lain, secara umum dapat dikatakan bisa disandang oleh makhluk-makhluk-Nya. Bukankah kita dapat menamakan si Ali yang pengasih sebagai Kahm, atau Ahmad yang berpengetahuan sebagai Alim? Secara tegas Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai dirinya Allah ‘ Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, maka sembahlah A k u ” (QS. Thaha [20]: 14). Dia juga dalam al-Qur’an yang bertanya: ( * 1 p l* J * ) “Hal Ta‘lamu luihu Samiyyan” (QS. Maryam [19]: 65). Ayat ini, dipahami oleh pakar-pakar al-Qur’an sebagai bermakna: Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang hernama seperti nama ini? atau Apakah engkau mengetahui sesuatu yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan sebagaimana Pemilik nama itu (Allah)? atau bermakna Apakah engkau mengetahui ada nama yang lebih agung dari nama ind juga dapat berarti Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia (yangpatut disembah)?
Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung makna sanggahan ini, kesemuanya benar, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib wujud- Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut, sedangkan selain-Nya tidak ada, bahkan tidak boleh. Hanya Dia juga yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya itu.
Para ulama dan pakar bahasa mendiskusikan kata tersebut antara lain apakah ia memiliki akar kata atau tidak.
(Vol. 1, h. 11-17. Lengkapnya sampai h. 27).
__________________________________________________________________________________
*Dalam proses penyempurnaan halaman ini.
Tafsir Nusantara Surah Al-Fatihah [1] Ayat 1 |
0 komentar